Judul : Friend?
Genre(s) : Friendship, murder [sedikit], family [sedikit],drama.
Author : Khansa Audrey a.k.a Yuu-chan
Cast : [Devi Kinal Putri & Jessica Veranda], Jessica Vania, Shania Junianatha, dll
Warning! : Typo(s), ejaan sesuka Yuu, alur kecepetan, jauh dari kata sempurna.
DILARANG!!
Mengcopas cerita ini tanpa nama author dan izin dari Yuu.
.
.
.
.
.
.
Chapter 4 : Aku Membencimu
“Kinal tunggu! Apa kau tidak pernah diajari sopan santun
oleh orangtuamu?” tanya Veranda dengan keras. Kinal yang sudah hampir mencapai
pintu kini berhenti lagi.
Gadis itu berbalik lalu kembali mendekati Veranda yang
tengah menyesap cappuchinonya tanpa rasa bersalah.
Kinal memandang Veranda tajam. “Orangtua? Heh, spesies jenis
apa itu? Aku tidak pernah mengenal orangtua kandungku sejak kecil.”
“Jadi kau punya ibu dan ayah tiri ya?” tanya Veranda lagi.
Lagi-lagi dengan wajah tak berdosa.
“Bodoh. Sejak kecil aku tinggal di panti dan sekarang di kos-kosan
dan—tunggu. Kenapa aku harus memberi tahumu? Sudah, lebih baik kita akhiri saja
pertemuan tidak penting ini!” jawab Kinal sambil melengos pergi.
***
“Hhh!” Kinal mendengus keras. “Mengapa aku memberitahukan
tentang diriku pada bocah itu sih?” tanyanya pada dirinya sendiri.
Kinal yang tengah berbaring di tempat tidurnya itu kini
memejamkan matanya. Ia berusaha tidur agar melupakan kejadian tadi.
Zrrrt … zrrrrt … zrrrt ….
Baru beberapa detik matanya terpejam, Kinal merasakan
getaran di saku kemejanya. Dengan rasa kesal yang tertahan, Kinal merogoh
sakunya lalu melihat layar ponselnya.
1 pesan masuk dari Shania Junianatha.
Kinal membacanya dan setelah itu dahinya berkerut. Tapi
tidak lama. Ia segera mengetik pesan balasan untuk partnernya itu.
Zrrt … zrrrt ….
Ponselnya bergetar lagi. Di layar ponsel Kinal bisa melihat
pesan balasan dari Shania. Dahinya berkerut lagi.
Zrrrt ….
Satu lagi pesan masuk dari Shania. Sesaat setelah menerima
pesan, Kinal bangkit dengan wajah serius lalu memacu Honda Jazz-nya.
Ting! Tong! Ting! Tong! Ting! Tong!
Kinal memencet bel dengan tidak sabar.
“Iya, sebentar!”
Kinal mendengar sahutan dari dalam rumah megah itu. Tidak
sampai 30 detik, pintu besar berukiran indah di depannya terbuka. Muncul
seorang wanita setengah baya dengan pakaian ala maid dengan baki dan serbet di
tangannya.
Kinal memandang wanita itu sebentar, lalu menerobos masuk
dengan tidak sopannya.
“Hei! Tunggu! Anda siapa! Anda tidak boleh masuk ke dalam
sebelum memberi tahu identitas anda!” seru wanita itu panik.
“Tenang saja Bu Nia. Dia ini temanku,” sahut seseorang
tiba-tiba. Suara perempuan.
“Ah, maafkan perilaku saya yang tidak sopan tadi. Saya tidak
tahu kalau anda ini teman nona Shania,” kata wanita yang dipanggil Nia itu
sambil membungkuk.
“Tidak apa-apa Bu. Sekarang ibu lebih baik ke dapur saja,”
kata gadis yang tadi menyahut. Ialah Shania yang sedang tersenyum manis.
Kinal segera berjalan menuju Shania. “Teman? Jangan
bercanda. Hubungan kita hanya sebagai partner saja.”
Shania tersenyum menanggapi perkataan Kinal yang ketus dan
sinis itu. “Kalau kubilang partner Bu Nia akan curiga bukan? Nah, itu tidak
penting. Sekarang ayo kita masuk.”
Kinal hanya diam dan menurut ketika ditarik ke dalam kamar
mewah Shania yang bernuansa biru dan kuning itu.
“Apa hal penting tentangku yang ingin kau bicarakan? Kuharap
ini benar-benar penting dan bukan lelucon atau semacamnya,” tukas Kinal setelah
Shania mengunci pintu kamar.
Shania menyandarkan punggungnya ke pintu lalu melipat
tangannya. “Kudengar kau dekat dengan seorang gadis bernama Jessica Veranda
akhir-akhir ini. Apa benar?”
“Heh! Hanya itu? Kau bilang ini penting,” ujar Kinal
meremehkan. “Lagipula aku tidak dekat dengannya. Dia yang berusaha
mendekatiku.”
Shania mengangkat punggungnya lalu berjalan mendekati Kinal
dan akhirnya ia duduk disamping Kinal. Shania merangkul Kinal lalu menatap
wajahnya lekat. “Tentu saja ini penting, Devi Kinal Putri …,” desisnya dengan
seringaian.
Kinal menatap Shania aneh, lalu melepas rangkulan partnernya
dengan perlahan. “Sekarang kau mengerikan Shania.”
“Benarkah?” tanya Shania masih dengan seringaian.
“Oke, sekarang berhenti bermain-main. Katakan apa yang ingin kau katakan,” kata Kinal sambil memutar bola mata malas.
“Oke, sekarang berhenti bermain-main. Katakan apa yang ingin kau katakan,” kata Kinal sambil memutar bola mata malas.
“Baiklah-baiklah. Padahal aku ingin menggodamu lagi tahu,”
gumam Shania kecewa.
“Kubilang berhenti bermain-main!” tukas Kinal dengan nada
tinggi.
“Whoa …, kau marah ya? Mengerikan …,” goda Shania lagi.
“Berhenti bermain-main atau aku akan pulang!” ancam Kinal
serius.
“Baik-baik! Aku hanya ingin bilang kalau Jessica Veranda
adalah orang dibalik kecelakaan ayah dan ibumu,” kata Shania sambil
menggoyang-goyangkan kakinya santai.
Mata Kinal membelalak. Seketika ia menolehkan kepalanya
menatap Shania tajam. “Jangan bercanda Shania!”
Shania menggerakkan kepalanya membalas tatapan Kinal dengan tatapan tajam serta seringai. “Aku tidak bercanda. Itu saja yang ingin kukatakan. Sekarang kau bisa pulang. Kau tidak suka kan berlama-lama disini?” tanya Shania lalu bangkit menuju pintu.
Shania menggerakkan kepalanya membalas tatapan Kinal dengan tatapan tajam serta seringai. “Aku tidak bercanda. Itu saja yang ingin kukatakan. Sekarang kau bisa pulang. Kau tidak suka kan berlama-lama disini?” tanya Shania lalu bangkit menuju pintu.
***
Malam ini di kawasan Sudirman kalian bisa melihat seorang
gadis dengan jaket hoodie hitam bernama Devi Kinal Putri.
Kinal terus berjalan menyusuri trotoar yang cukup sepi di
samping jalanan yang penuh sesak. Tentu saja, jam ini adalah jam-jam pulang
kantor. Matanya terus bergerak dengan liar sementara senyum yang menyerupai
seringaian tetap terukir di wajahnya.
Kinal melihat seorang wanita kantoran yang sedang melihat
ponselnya di pinggir jalan. Mungkin ia sedang menunggu angkutan umum atau
taksi?
Dengan cepat Kinal menyelinap di antara orang-orang lalu
menarik lengan baju wanita itu kasar. Ia menarik wanita itu sampai ke gang
senggol yang gelap dan sepi. Untuk apa?
Wanita itu terus meronta-ronta. Mulutnya dibekap Kinal
sehingga tidak bisa berteriak.
Akhirnya mereka sampai di gang tujuan. Kinal masuk ke gang
lalu menghempaskan wanita itu ke tembok di belakangnya dengan kasar. Ya, gang
itu adalah jalan buntu.
“K-kamu mau apa? Mau uang? A-akan kuberikan, tapi jangan
sakiti aku!” jerit wanita itu.
Dibalik masker
hitamnya, Kinal menyeringai lebar. “Tenang, aku hanya akan bermain-main
denganmu …,” desisnya sambil berjalan perlahan mendekati wanita itu.
“T-tidak! TIdak! Jangan mendekat! Kumohon! Berapa uang yang
kau mau? 1 juta? 100 juta?” tanya wanita itu panik.
“Whoaa …, kau punya banyak uang …,” desis Kinal lagi.
“Sayang sekali, kau akan menjadi teman bermainku. Sudah kuputuskan.”
Kinal mengeluarkan sebilah belati dari saku jaketnya.
“Selamat tidur ….”
JLEB!
Kinal menhujamkan belatinya ke bahu sebelah kanan wanita
itu. Tentu saja, wanita itu masih hidup. Kini ia merintih-rintih memohon pada
Kinal.
Kinal mengangkat tangan wanita itu. Ia melihat kuku wanita
itu. “Indah sekali kukumu …, apa kau mauberikan aku satu?”
“J-j-angan bodoh! Bagaimana bisa!” jerit wanita itu lagi.
Kinal memotong jari wanita itu layaknya memotong wortel.
Tentu saja wanita itu menjerit.
Selesai memotong jari, Kinal mengatakan sesuatu. “Sebenarnya
aku suka teriakanmu itu, tapi kau terlalu berisik,” katanya.
Kinal mengambil ancang-ancang untuk menhujamkan belatinya
lagi. Kali ini sasarannya adalah leher. “Yang kutahu pita suara itu ada disini,
tapi aku tidak tahu dimana persisnya,” gumam Kinal.
JLEB! JLEB! JLEB! JLEB!
Kinal menghujamkan belatinya ke leher wanita itu
berkali-kali.
“AAARGH!!!!”
JLEB! JLEB! JLEB!
***
Kriiing!!
Kinal meraih ponselnya lalu mematikan alarm. Ia menguap
panjang lalu bangkit dan menjalankan aktivitas sehari-harinya.
“Halo Kinaal!!”
Suara itu menginterupsi acara membaca Devi Kinal Putri.
Gadis itu menghela napas tanpa menolehkan kepala karena tahu ketenangan
disekelilingnya akan sirna.
Gadis itu berjalan riang setelah menyapa orang yang
dianggapnya teman itu. Setelah sampai ke bangku paling pojok di paling belankang,
Jessica Veranda meletakkan tasnya dengan riang.
“Pagi Nal, sedang apa?” sapa Veranda sekali lagi.
“Kukira matamu masih normal. Kau bisa melihat apa yang
sedang kulakukan,” jawab Kinal tanpa ekspresi.
“Hmmm …, kalau begitu, tadi pagi kau sarapan apa?” tanya
Veranda lagi. Ia berbasa-basi seperti
ini agar mempertipis jarak di antara dirinya dengan Kinal. Ia benar-benar ingin
berteman dengan Kinal.
“Berhenti bertanya hal yang tidak penting
seperti itu, dan jauhi aku,” tegas Kinal. Gadis itu bangkit lalu menatap tajam
Veranda. “Aku membencimu.TBC~
A/N :
Yoo!!
Selamat sore semua! ^o^)/ Yuu datang lagi! Nggak bosen kan? Enggak dong, kan author kece! Oke, gak penting. FYI, One Piece tayang loh di TV Indo! Di channel space toon 2 ditonton yuuk~ :D
Oke, jadi gimana? Makin kece? Atau makin hancur? :'v Langsung aja, sebutin keluhan(?) kalian tentang fic ini di komentar! Kalau emang enggak ada yang ngeganjel pikiran readers, tinggalin jejak ya! Biar Yuu tau siapa aja manusia kece yang masih mau meluangkan waktu buat baca fic ini! Thankyou so much! Arigato gozaimasu minna-san! <3 Do'a-in supaya nggak stuck ya!
Ya ampun, hari ini Yuu makan apa ya? Author note-nya panjang banget, yaudah deh,
Jaa, ne! :D <3
























