Judul : Friend?
Genre(s) : Friendship, murder [sedikit], family [sedikit],drama.
Author : Khansa Audrey a.k.a Yuu-chan
Cast : [Devi Kinal Putri & Jessica Veranda], Jessica Vania, Shania Junianatha, dll
Warning! : Typo(s), ejaan sesuka Yuu, alur kecepetan, jauh dari kata sempurna.
DILARANG!!
Mengcopas cerita ini tanpa nama author dan izin dari Yuu.
.
.
.
.
.
.
.
Chapter 1 : Korban ke 1000
Jalanan kota Jakarta pada sore hari ini terbilang cukup
sepi. Mobil-mobil serta kendaraan banyak terlihat terparkir di dalam
gedung-gedung bertingkat ataupun di tepi jalan.
Sebuah Honda Jazz melaju dengan kecepatan ekstra di jalanan
yang sepi tersebut. Di dalamnya bisa kita lihat Devi Kinal Putri yang sedang
mengenakan ear phone.
Tak sampai 10 menit, Kinal sudah sampai di tempat yang
menjadi tujuannya. Sebuah mansion megah berdiri menjulang di tengah-tengah
pepohonan yang rindang.
“Halo Kinal!”
Sapaan itu terdengar begitu familiar di telinga sang gadis
bersurai pendek itu.
“Melody, tidak perlu basa basi. Cepat katakanlah target
kita,” kata Kinal dingin. Sedingin tatapan mata elangnya.
Sang penyapa tertawa kecil, “mood mu sedang buruk ya? Maaf
kalau begitu. Jadi, targetmu dan Shania adalah seorang putri dari CEO Winarto
Company sekaligus saudara jauh dari Sonia,” gadis yang dipanggil Melody itu
menjelaskan dengan kelewat santai. Seperti mengobrol biasa saja rasanya.
Namun sayangnya, hal itu lah yang Kinal tidak sukai dari
seorang Melody Nurramdhani Laksani. Gadis itu terlalu lembut untuk seorang bos
pembunuh bayaran. Ia bahkan lebih cocok berdiam diri dirumah dan mengurusi
anak-anak.
“Baiklah. Ayo, Shania,” dengan segera Kinal menarik tangan Shania
menuju mobilnya.
“Ya ampun Nal, kau selalu seperti ini. Ada apa sih, apa yang
membuat mood mu buruk begini?” tanya Shania ketika ia sudah berada dalam Honda
Jazz Kinal.
“Hhh …, aku sekarang memiliki teman sebangku,” Kinal
mengeluh tanpa memalingkan wajah. Matanya terfokuskan pada jalanan.
“Wah, bukankah itu bagus ya? Kau kan bisa menjadi tidak
ansos!” Shania memandang Kinal dengan wajah bertanya-tanya.
“Kau bodoh seperti biasa, Shania. Aku tidak ingin ada orang
di dekatku. Apalagi orang baik-baik. Aku tahu, mereka pasti akan terjerumus
kedalam suatu masalah karena aku,” bantah Kinal. Gadis itu menatap Shania
dengan tajam.
“Aah …, itu kan hanya sugesti saja Nal,” gumam Shania. Tapi
terlambat, Kinal mendengar gumamannya.
“Kau tidak tahu apa-apa Shania Junianatha.”
***
Kini, matahari hampir terbenam di ufuk barat. Kinal memarkir
mobilnya di dekat sebuah gang senggol.
Tepat di sebelah kiri gang senggol tersebut, terlihat
gerbang mewah menuju perumahan super mewah. Sungguh sebuah ironi.
Tapi, Kinal dan Shania tak akan repot-repot memikirkannya.
Kini mereka sedang dalam perjalanan ke rumah target. Kediaman keluarga Winarto.
Kedua gadis itu berhenti tepat di depan sebuah rumah megah
yang menjulang begitu tinggi. Rumah itu di dominasi oleh warna ungu dan hitam.
Kombinasi warna yang menampilkan kesan elegan.
Lagi-lagi Kinal serta Shania tidak repot-repot memperhatikan
warna rumah tersebut.
“Ini kan Nal, rumahnya?” tanya Shania sambil memperhatikan
rumah itu.
“Ya. Ayo masuk,” ajak Kinal. Cewek itu tanpa basa-basi
membuka gerbang hitam rumah tersebut. Shania hanya mengekor.
“Hey kalian!”
Suara berat seorang laki-laki menghentikan langkah kedua
gadis itu. Mereka serempak menoleh dengan ekspresi yang berlainan.
“Iya Pak, ada apa?” tanya Shania, memutar mata malas.
“Kalian ini siapa? Saya satpam di rumah ini. Kalau ada yang
mau masuk harus saya data dulu!” jelas seorang pria paruh baya yang mengenakan
seragam putih khas penjaga keamanan.
Kinal menyeringai, “jadi Bapak mau mendata kita? Datanglah
kemari.”
Sebentar bapak itu memandang Kinal curiga. Tapi toh dia
tetap melangkah maju juga lengkap dengan sebuah buku dan bolpoin.
“Nama kalian sia—“
Jleb!
Saat jarak mereka hanya 1 meter, Kinal menerjang maju lalu
menikam perut si penjaga keamanan yang malang tersebut.
“Pa …,” bapak itu terjatuh. Bibirnya bergerak-gerak berusaha
meneriakan sesuatu. Tapi suaranya tidak terdengar.
“Aduh Kinal, kita tidak boleh membunuhnya disini! Jika
ketahuan bagaimana?” bisik Shania dengan keras.
“Terserah,” Kinal mejawab sekenanya. Gadis itu berlutut,
lalu mengarahkan pisau dapur yang dilumuri darah miliknya.
Devi Kinal Putri mencungkil sebelah bola mata sang penjaga
keamanan. Setelah itu, ia memegangnya dengan sarung tangan yang melapisi tangan
mulusnya.
Kinal memperhatikan bola mata itu dengan saksama. “Ku apakan
ya? Apa disimpan saja?”
“Apa? Tidak! Kau tidak boleh membawa satu pun barang bukti
Kinal! Kita hanya diperintahkan untuk membunuh, bukannya mencuri organ tubuh!”
tegur Shania ketika mendengar gumaman Kinal.
Kinal tidak menggubrisnya. Setelah cukup lama menghilang,
seringaian muncul kembali di wajah Kinal.
Tiba-tiba Kinal menggenggam bola mata itu dengan erat
sehingga bola mata itu hancur lebur, lengkap dengan darah dan segala macam
bagian mata yang mengotori sarung tanyannya.
“Nah, jika begini akan terlihat seperti dia memakan matanya.
Menarik bukan?” tanya Kinal sambil meletakkan bola mata yang sudah hancur
tersebut ke mulut sang penjaga keamanan.
“Kau aneh Nal.”
***
Ting tong!
Kinal menekan bel.
Pintu terbuka dan dengan kecepatan ekstra Kinal menikam
seorang gadis berkacamata yang membukakan pintu tepat pada dada kirinya. Tempat
jantung gadis itu berada.
“S-s-siapa k-kamu …, b-berani-beraninya kamu me-melakukan
ini pad-padaku!” gadis itu ingin berteriak, namun tak mampu.
Kinal dengan cepat mencabut pisau lalu menghujamkan
tangannya sehingga tangannya itu menyentuh jantung Stella Cornelia.
“J-ja-jangan laku—“
Terlambat. Kinal telah meremas kasar jantung gadis itu.
Darah segar membasahi tangannya yang terbalut sarung tangan itu.
“Hmm …, kita apakan ya mayat ini Shan?” tanya Kinal. Ia
tetap saja menyeringai dan itu sama sekali tidak membuat Shania risih.
“Sudahlah, terserah kau saja. Lagi pula Kinal mana bisa
dilarang?” jawab Shania. Gadis itu mendengus tanda tidak lkhlas.
“Hmm …,” Kinal meletakkan telunjuknya dibawah bibir. Gadis
itu tengah berpikir.
Sesaat kemudian Kinal tesenyum lagi. Atau bisa dibilang
menyeringai. Entah kenapa, gadis itu lebih suka meyeringai daripada tersenyum.
Gadis itu meyayat bagian perbatasan dada dan perut Stella
dilanjutkan dengan sayatan horizontal di perut bawah serta vertikal di kanan
kiri perut Stella.
Kinal memperdalam sayatannya, sehingga lapisan kulit perut
Stella terbuka. Terlihat usus serta lambung Stella.
Kinal meyeringai—lagi—ia menarik kasar usus Stella sehingga
tertarik keluar, lalu memutusnya dengan seringaian khas psikopat.
Kini Kinal mengambil pisau dapur dengan cepat, lalu
menghujamkannya ke bola mata Stella berkali-kali. Sampai hancur tak berbentuk.
Belum. Penyiksaan ini belum berakhir. Dengan kedua tangannya
Kinal membuka luka bekas tikaman di dada gadis Winarto itu.
“Sudah cukup, Nal! Kau keterlaluan!” Shania mencegah Kinal
melakukan hal yang gila lainnya. Jika dilihat, ternyata dress warna peach
miliknya telah ternoda oleh darah, padahal letaknya dari Kinal cukup jauh.
“Ck! Kau selalu menggangguku Shania! Kau menyebalkan!” tukas
Kinal sambil mengambil pisau lalu bangkit.
“Jika kau melakukan hal yang lebih dari ini kita akan
ketahuan tahu! Sudah sana cepat ganti bajumu!” Shania melemparkan kemeja dan
jins hitam yang diambilnya dari tas ransel yang dibawanya pada Kinal.
“Gara-gara kamu aku jadi harus ikut ganti baju juga! Huft!” umpat Shania
setelah membuka bajunya.
Kinal mengacuhkan rekannya itu, tapi sebentar kemudian ia
menoleh dan bertanya dengan seringaian. “Tadi itu korban kita yang keberapa
ya?”
Kali ini Shania memutar bola mata malas. Ia tak suka
membicarakan hal-hal seperti ini. “Ke 1000.”
TBC~
A/N :
Yo, minna-saaan~~!! :3
Jadi, gimana fic ini? Tambah kece kah? Atau ada penurunan? Iya, Yuu tau kok, fic ini emang masih jauuuuh banget dari kata sempurna, tolong kasih review ya :) kalo nggak mau/nggak bisa tinggalin jejak aja .... Biar Yuu tau siapa aja yang baja fic ini :D
Oh, btw sedih ya, Kinal sama Ve terpisahkan :') mungkin ini udah yang terbaik//azeeekk//
Seperti biasa, big thanks buat yang udah nyempetin baca sampe kata TBC aja Yuu dah seneng :D semoga ini nggak stuck ya!
Oke, lagi-lagi Yuu kebanyakan ngomong, akhir kata, Yuu tutup dengan,
Jaa nee~!! :D

Tidak ada komentar:
Posting Komentar