Translate

Minggu, 21 Juni 2015

Photopack Handmade JKT48 Theater no Megami Team J



















Yoo!! Konnichiwaa~~

Siang2 pas puasa gini, Yuu post pp handmade buatan Yuu 100% kalo mau copas cantumkan sumber 'kay? ;) free save, but jangan dibuat trade ya! Soalnya itu HANDMADE. Btw kasih nilai yaps! :3

Jaa ne! :3

Sabtu, 20 Juni 2015

JKT48 Fanfiction : Friend? - Chapter 2 : Kau Hanya Tahu Namaku



Judul : Friend?
Genre(s) : Friendship, murder [sedikit], family [sedikit],drama.
Author : Khansa Audrey a.k.a Yuu-chan
Cast : [Devi Kinal Putri & Jessica Veranda], Jessica Vania, Shania Junianatha, dll
Warning! : Typo(s), ejaan sesuka Yuu, alur kecepetan, jauh dari kata sempurna.
DILARANG!!
Mengcopas cerita ini tanpa nama author dan izin dari Yuu.
.
.
.
.
.
.

Chapter 2 : Kau Hanya Tahu Namaku.
Keesokan harinya, di pagi hari yang mendung, Devi Kinal Putri berjalan gontai menuju kelasnya. Rasanya ia benar-benar tidak ingin keluar dari selimut nyamannya. Bukankah suasana seperti ini lebih cocok dipakai untuk tidur daripada ke sekolah?
“Heeei!! Kamu!!” sementara Kinal sibuk mengutuki guru-guru dan sekolahnya dengan segala umpatan yang dipunyainya, Jessica Veranda berlari kearah gadis Bandung itu.
Kinal menoleh, walaupun sebenarnya tak berniat memberi respon. “Kau mau apa?” tanyanya dingin, sedingin suhu udara pagi itu.
“Aku hanya mau tanya. Namamu siapa?” tanya Veranda. Sama sekali tidak merasa lawan bicaranya tak menginginkan keberadaannya untuk sekarang.
“Kenapa kau mau tahu?” tanya Kinal acuh.
“Bodoh! Tentu saja aku mau tahu! Kita ini kan teman sebangku!” jawab Veranda agak kesal. Mungkin karena diperlakukan dengan sangat dingin oleh Kinal.
Yang ditanya mendengus. “Kinal,” tak mau percakapan ini memanjang, Kinal akhirnya menjawab dengan berat hati. ‘Teman? Dia bercanda. Aku tidak punya teman. Sungguh gadis bodoh, mau-maunya berteman denganku,’ batin Kinal lalu pergi.
***
“Hei, Kinal, nama lengkapmu siapa sih?” tanya Veranda setelah Bu Iva mengakhiri pelajaran.
“Kau tidak perlu tahu,” sahut Kinal sambil memasukan dan mengeluarkan buku paket serta tulis dari dalam tas.
“Baiklah. Hmm …, bagaimana kalau nanti aku ke rumahmu?” tawar Veranda lagi. Senyum manis masih menghiasi bibirnya.
“Ide buruk,” jawab Kinal. Masih dengan nada datar.
“Kalau ke cafĂ© dekat sekolah bagaimana?” tawar Veranda lagi. Rupanya gadis itu masih belum menyerah. Gigih sekali dia.
“Masih tetap ide buruk, Veranda.”
“Kau memanggil namaku! Tapi mungkin lebih baik panggil Ve saja! Kan kita teman!” seru Veranda riang. Gadis itu tersenyum tulus, tapi tidak dengan Kinal.
“Sejak tadi kau terus mengatakan kita teman dan kita teman! Kau tahu, aku terganggu dengan itu karena kita sama sekali bukan teman!” bentak Kinal—namun teredam oleh suara anak riuh anak-anak lain yang menyambut jam kosong.
“Omong kosong! Kita kan teman sebangku, lagipula aku sudah menganggapmu teman, jadi kita teman!” bantah Veranda.
“Kau itu orang baik-baik. Kau selalu dapat juara kelas kan? Kau berbeda denganku, bocah! Aku ini orang yang buruk!” bentak Kinal lagi dan masih teredam oleh keramaian kelas.
“Aku tidak peduli! Aku menganggapmu teman!” tukas Veranda. “Lagipula …, aku tidak sebaik itu.”
“Ck, dasar keras kepala. Terserah kau, tapi aku tidak pernah menganggapmu teman. Lagipula aku tidak pernah punya teman—dan setahuku orang yang berteman denganku akan terbawa masalah karenaku,” kata Kinal pasrah.
“Kau mengatakan omong kosong lagi! Mungkin teman-temanmu itu memang sedang sial, bukan karena berteman denganmu!”
***
Jessica Veranda berguling-guling di atas pembaringannya. Ia terus memikirkan teman sebangkunya yang diketahuinya bernama Kinal.
Gadis itu begitu tertutup dan galak. Tapi instingnya mengatakan kalau Kinal orang  baik-baik. Veranda sendiri benar-benar tertarik dengan tingkah anak itu. Kira-kira apa ya, yang membuat gadis itu begitu tertutup sampai tidak mau punya teman?
Ah, entahlah! Kinal itu, selalu membuat dirinya ingin tahu! Habis, dirinya begitu menarik bagi Veranda. Ingin rasanya bersahabat dengan Kinal.
Aneh, memang. Biasanya seorang Jessica Veranda tidak pernah mengobrol sebanyak itu dengan orang yang baru dikenalnya. Tetapi seorang Devi Kinal Putri dapat ‘memaksa’-nya untuk mengatakan banyak hal. Dasar Kinal!
“Baiklah! Besok akan kutanyakan apa yang membuatnya begitu tertutup!” Veranda bangkit lalu mengepalkan tangan berapi-api.
***
Devi Kinal Putri tengah dalam perjalanan kembali dari kantin dengan perut kenyang. Rencananya gadis itu akan tidur di kelas sampai ‘teman’ sebangkunya yang menyebalkan itu membangunkannya.
Kinal kini telah sampai di bangkunya, meletakkan kepala diatas lipatan tangannya di meja. Gadis itu bersiap untuk tidur.
Baru sekian detik Kinal menutup matanya, ia harus membuka organ penglihatannya kembali akibat punggungnya ditepuk pelan.
“Apa?” Kinal mengangkat wajahnya lalu dengan ekspresi malas menoleh ke arah kiri.
Disana terlihat Veranda yang sedang memperhatikannya dengan saksama. ‘Ada apa dengan orang ini?’ tanya Kinal dalam hati—tentu saja.
“Kau tidur ya?” tanya Veranda hati-hati.
“Hhh!” Kinal mendengus kesal. “Kau punya sepasang mata yang cukup baik untuk melihat, jadi seharusnya kau tahu aku sedang apa.”
“Bolehkah aku bertanya?”
“Apa pertanyaanmu?”
“Kenapa kau tidak mau punya teman? Padahal kan kata orang-orang berteman itu menyenangkan? Apa kau memiliki gangguan jiwa atau pemalu? Pasti kau punya pengalaman buruk! Orangtuamu meninggal ya?” tanya Veranda tanpa rasa bersalah.
“Dasar bocah bodoh! Kau hanya tahu namaku. Bukan aku.”
TBC~

A/N :
Yoo~!!
Puasa-puasa gini enaknya baca fic Yuu! Heheheh :D
Gimana-gimana? Makin baikkah? Atau malah makin buruk? Feel free to comment minna~ kalo Yuu sendiri malah ngerasa chapter ini pendek banget [fakta] dan mungkin chapter ini gak begitu penting. 
As always, big thanks to sekumpulan manusia yang udah mau menyisihkan waktunya buat baca fic ini~
THanks yang udah review, btw, review sangat diperlukan loh.
Semoga ga stuck ya,
Jaa neee~!

Senin, 15 Juni 2015

JKT48 Fanfiction : Friend? - Chapter 1 : Korban ke 1000



Judul : Friend?
Genre(s) : Friendship, murder [sedikit], family [sedikit],drama.
Author : Khansa Audrey a.k.a Yuu-chan
Cast : [Devi Kinal Putri & Jessica Veranda], Jessica Vania, Shania Junianatha, dll
Warning! : Typo(s), ejaan sesuka Yuu, alur kecepetan, jauh dari kata sempurna.
DILARANG!!
Mengcopas cerita ini tanpa nama author dan izin dari Yuu.
.
.
.
.
.
.
.

Chapter 1 : Korban ke 1000

Jalanan kota Jakarta pada sore hari ini terbilang cukup sepi. Mobil-mobil serta kendaraan banyak terlihat terparkir di dalam gedung-gedung bertingkat ataupun di tepi jalan.
Sebuah Honda Jazz melaju dengan kecepatan ekstra di jalanan yang sepi tersebut. Di dalamnya bisa kita lihat Devi Kinal Putri yang sedang mengenakan ear phone.
Tak sampai 10 menit, Kinal sudah sampai di tempat yang menjadi tujuannya. Sebuah mansion megah berdiri menjulang di tengah-tengah pepohonan yang rindang.
“Halo Kinal!”
Sapaan itu terdengar begitu familiar di telinga sang gadis bersurai pendek itu.
“Melody, tidak perlu basa basi. Cepat katakanlah target kita,” kata Kinal dingin. Sedingin tatapan mata elangnya.
Sang penyapa tertawa kecil, “mood mu sedang buruk ya? Maaf kalau begitu. Jadi, targetmu dan Shania adalah seorang putri dari CEO Winarto Company sekaligus saudara jauh dari Sonia,” gadis yang dipanggil Melody itu menjelaskan dengan kelewat santai. Seperti mengobrol biasa saja rasanya.
Namun sayangnya, hal itu lah yang Kinal tidak sukai dari seorang Melody Nurramdhani Laksani. Gadis itu terlalu lembut untuk seorang bos pembunuh bayaran. Ia bahkan lebih cocok berdiam diri dirumah dan mengurusi anak-anak.
“Baiklah. Ayo, Shania,” dengan segera Kinal menarik tangan Shania menuju mobilnya.
“Ya ampun Nal, kau selalu seperti ini. Ada apa sih, apa yang membuat mood mu buruk begini?” tanya Shania ketika ia sudah berada dalam Honda Jazz Kinal.
“Hhh …, aku sekarang memiliki teman sebangku,” Kinal mengeluh tanpa memalingkan wajah. Matanya terfokuskan pada jalanan.
“Wah, bukankah itu bagus ya? Kau kan bisa menjadi tidak ansos!” Shania memandang Kinal dengan wajah bertanya-tanya.
“Kau bodoh seperti biasa, Shania. Aku tidak ingin ada orang di dekatku. Apalagi orang baik-baik. Aku tahu, mereka pasti akan terjerumus kedalam suatu masalah karena aku,” bantah Kinal. Gadis itu menatap Shania dengan tajam.
“Aah …, itu kan hanya sugesti saja Nal,” gumam Shania. Tapi terlambat, Kinal mendengar gumamannya.
“Kau tidak tahu apa-apa Shania Junianatha.”
***
Kini, matahari hampir terbenam di ufuk barat. Kinal memarkir mobilnya di dekat sebuah gang senggol.
Tepat di sebelah kiri gang senggol tersebut, terlihat gerbang mewah menuju perumahan super mewah. Sungguh sebuah ironi.
Tapi, Kinal dan Shania tak akan repot-repot memikirkannya. Kini mereka sedang dalam perjalanan ke rumah target. Kediaman keluarga Winarto.
Kedua gadis itu berhenti tepat di depan sebuah rumah megah yang menjulang begitu tinggi. Rumah itu di dominasi oleh warna ungu dan hitam. Kombinasi warna yang menampilkan kesan elegan.
Lagi-lagi Kinal serta Shania tidak repot-repot memperhatikan warna rumah tersebut.
“Ini kan Nal, rumahnya?” tanya Shania sambil memperhatikan rumah itu.
“Ya. Ayo masuk,” ajak Kinal. Cewek itu tanpa basa-basi membuka gerbang hitam rumah tersebut. Shania hanya mengekor.
“Hey kalian!”
Suara berat seorang laki-laki menghentikan langkah kedua gadis itu. Mereka serempak menoleh dengan ekspresi yang berlainan.
“Iya Pak, ada apa?” tanya Shania, memutar mata malas.
“Kalian ini siapa? Saya satpam di rumah ini. Kalau ada yang mau masuk harus saya data dulu!” jelas seorang pria paruh baya yang mengenakan seragam putih khas penjaga keamanan.
Kinal menyeringai, “jadi Bapak mau mendata kita? Datanglah kemari.”
Sebentar bapak itu memandang Kinal curiga. Tapi toh dia tetap melangkah maju juga lengkap dengan sebuah buku dan bolpoin.
“Nama kalian sia—“
Jleb!
Saat jarak mereka hanya 1 meter, Kinal menerjang maju lalu menikam perut si penjaga keamanan yang malang tersebut.
“Pa …,” bapak itu terjatuh. Bibirnya bergerak-gerak berusaha meneriakan sesuatu. Tapi suaranya tidak terdengar.
“Aduh Kinal, kita tidak boleh membunuhnya disini! Jika ketahuan bagaimana?” bisik Shania dengan keras.
“Terserah,” Kinal mejawab sekenanya. Gadis itu berlutut, lalu mengarahkan pisau dapur yang dilumuri darah miliknya.
Devi Kinal Putri mencungkil sebelah bola mata sang penjaga keamanan. Setelah itu, ia memegangnya dengan sarung tangan yang melapisi tangan mulusnya.
Kinal memperhatikan bola mata itu dengan saksama. “Ku apakan ya? Apa disimpan saja?”
“Apa? Tidak! Kau tidak boleh membawa satu pun barang bukti Kinal! Kita hanya diperintahkan untuk membunuh, bukannya mencuri organ tubuh!” tegur Shania ketika mendengar gumaman Kinal.
Kinal tidak menggubrisnya. Setelah cukup lama menghilang, seringaian muncul kembali di wajah Kinal.
Tiba-tiba Kinal menggenggam bola mata itu dengan erat sehingga bola mata itu hancur lebur, lengkap dengan darah dan segala macam bagian mata yang mengotori sarung tanyannya.
“Nah, jika begini akan terlihat seperti dia memakan matanya. Menarik bukan?” tanya Kinal sambil meletakkan bola mata yang sudah hancur tersebut ke mulut sang penjaga keamanan.
“Kau aneh Nal.”
***
Ting tong!
Kinal menekan bel.
Pintu terbuka dan dengan kecepatan ekstra Kinal menikam seorang gadis berkacamata yang membukakan pintu tepat pada dada kirinya. Tempat jantung gadis itu berada.
“S-s-siapa k-kamu …, b-berani-beraninya kamu me-melakukan ini pad-padaku!” gadis itu ingin berteriak, namun tak mampu.
Kinal dengan cepat mencabut pisau lalu menghujamkan tangannya sehingga tangannya itu menyentuh jantung Stella Cornelia.
“J-ja-jangan laku—“
Terlambat. Kinal telah meremas kasar jantung gadis itu. Darah segar membasahi tangannya yang terbalut sarung tangan itu.
“Hmm …, kita apakan ya mayat ini Shan?” tanya Kinal. Ia tetap saja menyeringai dan itu sama sekali tidak membuat Shania risih.
“Sudahlah, terserah kau saja. Lagi pula Kinal mana bisa dilarang?” jawab Shania. Gadis itu mendengus tanda tidak lkhlas.
“Hmm …,” Kinal meletakkan telunjuknya dibawah bibir. Gadis itu tengah berpikir.
Sesaat kemudian Kinal tesenyum lagi. Atau bisa dibilang menyeringai. Entah kenapa, gadis itu lebih suka meyeringai daripada tersenyum.
Gadis itu meyayat bagian perbatasan dada dan perut Stella dilanjutkan dengan sayatan horizontal di perut bawah serta vertikal di kanan kiri perut Stella.
Kinal memperdalam sayatannya, sehingga lapisan kulit perut Stella terbuka. Terlihat usus serta lambung Stella.
Kinal meyeringai—lagi—ia menarik kasar usus Stella sehingga tertarik keluar, lalu memutusnya dengan seringaian khas psikopat.
Kini Kinal mengambil pisau dapur dengan cepat, lalu menghujamkannya ke bola mata Stella berkali-kali. Sampai hancur tak berbentuk.
Belum. Penyiksaan ini belum berakhir. Dengan kedua tangannya Kinal membuka luka bekas tikaman di dada gadis Winarto itu.
“Sudah cukup, Nal! Kau keterlaluan!” Shania mencegah Kinal melakukan hal yang gila lainnya. Jika dilihat, ternyata dress warna peach miliknya telah ternoda oleh darah, padahal letaknya dari Kinal cukup jauh.
“Ck! Kau selalu menggangguku Shania! Kau menyebalkan!” tukas Kinal sambil mengambil pisau lalu bangkit.
“Jika kau melakukan hal yang lebih dari ini kita akan ketahuan tahu! Sudah sana cepat ganti bajumu!” Shania melemparkan kemeja dan jins hitam yang diambilnya dari tas ransel yang dibawanya pada Kinal. “Gara-gara kamu aku jadi harus ikut ganti baju juga! Huft!” umpat Shania setelah membuka bajunya.
Kinal mengacuhkan rekannya itu, tapi sebentar kemudian ia menoleh dan bertanya dengan seringaian. “Tadi itu korban kita yang keberapa ya?”

Kali ini Shania memutar bola mata malas. Ia tak suka membicarakan hal-hal seperti ini. “Ke 1000.”
TBC~

A/N :
Yo, minna-saaan~~!! :3
Jadi, gimana fic ini? Tambah kece kah? Atau ada penurunan? Iya, Yuu tau kok, fic ini emang masih jauuuuh banget dari kata sempurna, tolong kasih review ya :) kalo nggak mau/nggak bisa tinggalin jejak aja .... Biar Yuu tau siapa aja yang baja fic ini :D
Oh, btw sedih ya, Kinal sama Ve terpisahkan :') mungkin ini udah yang terbaik//azeeekk// 
Seperti biasa, big thanks buat yang udah nyempetin baca sampe kata TBC aja Yuu dah seneng :D semoga ini nggak stuck ya!
Oke, lagi-lagi Yuu kebanyakan ngomong, akhir kata, Yuu tutup dengan,
Jaa nee~!! :D

Kamis, 11 Juni 2015

PNG JKT48 Part 2

Konbanwa minna-sama~ :3

Ketemu lagi sama Yuu, nah, sekarang Yuu mau share png jeketi lagi~
Kalo mau copas sertakan sumber ya, 'coz semua png ini 100000000000% asli buatan Yuu sendiri.
Nah, Yuu kebanyakan ngomong lagi, langsung aja, check this out!

JKT48 School Logo


JKT48 Logo
Yuuhi Senbatsu
Kibouteki Refrain Logo
Manatsu no Sounds Good Logo
Theater no Megami Logo

Kinal River





Okee~ udah dulu yaa~ maaf dikit, dan maaf juga kalau nggak rapi.. Yuu masih nubi qaqaq :v
Jaa ne~! :3 :D

Rabu, 10 Juni 2015

JKT48 Fanfiction : Friend? - Prologue : Siswa Baru


Judul : Friend?
Genre(s) : Friendship, murder [sedikit], family [sedikit],drama.
Author : Khansa Audrey a.k.a Yuu-chan
Cast : [Devi Kinal Putri & Jessica Veranda], Jessica Vania, Shania Junianatha, dll
Warning! : Typo(s), ejaan sesuka Yuu, alur kecepetan, jauh dari kata sempurna.
DILARANG!!
Mengcopas cerita ini tanpa nama author dan izin dari Yuu.
.
.
.
.
.
.
.

Prologue : Siswa Baru

Devi Kinal Putri turun dari sebuah mobil hitam. Ia menolehkan kepalanya ke kanan dan kekiri. Matanya memincing agar dapat melihat dengan jelas pada kegelapan malam.
“Psst! Aku disini!”
Merasa seruan itu untuknya, Kinal segera menoleh. Ia mendapati siluet seorang gadis di ambang gang senggol yang banyak terdapat pada kawasan itu.
Kinal menghampiri gadis itu.
“Ada apa Shania?” Tanya gadis itu pada seorang gadis lain di depannya.
“Kau datang. Syukurlah,” gadis berkacamata yang dipanggil Shania itu terkekeh pelan.
“Jika kau menyuruhku datang ke sini hanya untuk obrolan perempuan yang tidak penting aku akan pulang dan besok pagi akan membuangmu ke sumur,” Kinal mendelik galak.
“Tentu tidak, tenanglah Kinal. Aku hanya ingin menyampaikan kalau kita punya target lagi,” Shania menghentikan kekehannya lalu menatap Kinal serius.
“Heh, ternyata Melody benar-benar mengerti aku. Sudah lama rasanya tangan ini tidak merasakan dinginnya darah segar,” desis Kinal. Gadis bersurai pendek itu menyeringai.
“Kamu memang tidak pernah berubah Nal, sudah ya, aku punya banyak hal yang harus dikerjakan,” Shania ikut menyeringai kecil. Gadis itu pergi meninggalkan Kinal.
“Hanya seperti ini? Mengapa kau tidak mengirim pesan singkat atau menelpon saja ‘sih?” Tanya Kinal dengan nada tak suka.
Shania berhenti, lalu menolehkan kepala. “Aku ‘kan ingin bertemu denganmu. Kita kan sudah kenal lama, masa hanya bertemu saat ada pekerjaan sih?”
“Aku hanya benci dunia luar. Sudah, aku mau pulang,” jawab Kinal dingin.
***
Jessica Veranda terlihat tengah mematut dirinya di depan sebuah cermin. Ia merapikan seragam serta rambutnya.
“Perfect!” gumamnya sambil tersenyum. Ia mengambil tas ransel yang ditaruhnya di atas kasur. “Oke, Jessica Veranda sudah siap untuk sekolah baru!”
Veranda menuruni tangga untuk sarapan. Selesai sarapan, ia bangkit lalu berpamitan dengan ayah, ibu, serta adiknya.
“Ma, Pa, Van, Ve pamit ya!” Veranda memeluk kedua orangtuanya.
“Hati-hati ya sayang,” pesan mamanya sambil mengelus rambut gadis itu.
“Oke Ma!” Veranda mengedipkan sebelah matanya lalu berjalan menuju pintu. Dipakainya sepatu kets yang baru dibelikan papanya. Gadis itu memang tipe-tipe penyayang lingkungan. Walaupun keluarganya sangat berkecukupan tapi ia lebih memilih untuk naik kendaraan umum. Alasannya karena ingin mengurangi polusi udara.
Ia kini telah sampai di halte bus dekat rumahnya. Sambil celingukan, Veranda menyumpal sepasang telinganya dengan ear phone.
5 menit kemudian, sebuah bus berhenti di depan halte. Dengan riang gadis itu memasuki bus.
***
Kini, Veranda telah sampai di sekolah barunya. SMAN 48 Jakarta. Ia celingukan mencari guru yang bisa ditanyainya. Ia ingin menanyakan tentang dimana kelas barunya.
“Kamu murid baru ya?”
Veranda merasa ada yang menepuk bahunya. Bingo! Ia mendapati sosok perempuan dengan kemeja dan blazer. Pasti itu guru.
“I-iya …, kalau boleh tanya, kelas XI-II dimana ya?” tanya Veranda sambil menundukan kepalanya. Ia memang terlalu malu kalau harus bertatap muka dengan orang yang tidak atau baru dikenalnya.
Guru itu tersenyum, “jadi kamu ya anak baru itu? Sini, biar saya antar. Saya Iva Mufarida. Wali kelas kamu yang baru.”
“B-baik bu.”
***
Kriet ….
Pintu ruang kelas Kinal terbuka. Di ambangnya terlihat sang wali kelas beserta seorang gadis yang tidak dikenal oleh Kinal.
“Selamat pagi anak-anak …,” sapa sang guru dengan senyuman cerah.
“Selamat pagi Bu …!”
“Seperti yang Ibu katakan kemarin, kelas ini kedatangan murid baru. Ayo, perkenalkan dirimu,” guru itu menarik gadis tadi kedepan.
“H-halo teman-teman. Namaku Jessica Veranda Tanumihardja. Kalian bisa panggil aku Veranda,” gadis yang ternyata Veranda itu tersenyum malu.
“Nah, Veranda ini adalah murid pindahan dari SMAN 30 Bogor. Veranda, kamu boleh duduk di bangku yang kosong di belakang sana,” ibu guru itu menunjuk kursi di sebelah Kinal. Wajah gadis itu berubah masam seketika.
“Maaf Bu, apa dia tidak bisa duduk di kursi lain?” Kinal berdiri dari bangkunya lalu menyatakan protes.
“Tidak ada lagi bangku kosong, Kinal. Mohon pengertiannya,” kata ibu guru. Dialah Bu Iva.
Menghela napas pasrah, Kinal kembali duduk. Saat Veranda meletakkan tas di bangkunya, Kinal segera menatapnya tajam.

“Jangan dekat-dekat jika tak ingin mendapat masalah, bocah.”
TBC~

A/N : 
Yo, Minna-sama~ :D
Setelah hampir sebulan Yuu nggak ngepost, akhirnya Yuu datang lagi dengan fanfic jeketi. Berhubung cerita ini masih jauh dari kata sempurna--seperti yang ada di warning--jadi Yuu minta reviewnya ya :3 atau seenggaknya tinggalin jejak, biar Yuu tau siapa manusia kece yang mau menyisihkan waktunya buat baca fanfic ini. Btw ini fanfic VEnomeNAL yeay~!! Semoga nggak stuck, dan thanks buat yg udh bersedia baca ini dari awal sampe akhir, dan yg mau ninggalin jejak apalagi yang ngasih review <3 btw lagi, yg mau minta ijin copas bisa PM ke fb Khansa Audrey :)

Oke, aku kebanyakan ngomong lagi,
Jaa ne~! :3